Minggu, 15 September 2013

Susahnya menahan amarah


Gibran, anakku yang berumur 7 tahun sering membuat aku jengkel, kesal dan marah. Di usia segitu, seorang anak memang cenderung membangkang tidak mau nurut. Setelah mengantar papanya ke bandara menuju Pekanbaru, ia mendapat jatah jajan berdua kakanya masing2 100 ribu.
Selama perjalanan pulang, aku berulangkali membujuknya untuk menitipkan uang itu padaku tapi dia keukeuh tidak mau dan menyimpan uangnya di saku.

Sesampainya di rumah, berdua temannyapergi ke belakang rumah. Letak rumah kami yang nggak kota-kota amat memang dikelilingi oleh banyak pedagang. Kurang lebih 2 jam "ngilang" dan setelah saya cari 3x bolak balik... akhirnya ia pulang ke rumah. Dari mimik wajahnya aku sdh tahu ia pasti sudah kehabisan bekal. Setelah kutanya, mana uang yg dari papah? dengan entengnya dia menjawab, ga ada.. sudah habis.

Hilang sudah kesabaran saya... tanduk di kepala langsung muncul... " bagus ya... gaya-gayaan uang seratus ribu habis ga sampai dua jam !" memangnya gampang cari uang? mulai sekarang mama ga akan ksh uang jajan selama seminggu.

Kelakuan diatas hanyalah contoh dari ulahnya sehari2 yang terkadang membuat aku lepas kontrol... ibu ku berkali-kali memperingatkan untuk menjaga omonganku, karena umpatan orang tua terutama ibu.. suka menjadi kenyataan.

Setelah browsing sana sini, akhirnya aku menemukan sebuah artikel tentang menghadapi anak pembangkang. berikut tips nya:

1. Selalu perhatikan dengan siapa anak bergaul:
Pada usia segitu, anak selalu mencontoh kelakuan orang-orang terdekatnya. Kita juga harus introspeksi diri apakah sifat orang tua pun ada yang salah sehingga anak meniru. Perhatikan teman-teman dekat atau pengasuhnya, jangan sampai mereka memberikan contoh kelakuan yang tidak baik.

2. Ubah cara pendekatan.
Apabila orang tua sudah merasa ada yang salah, segeralah ubah sifat tidak baik seperti boros, dan pemarah. Cara marah yang tidak pada tempatnya seperti menjentik, menempeleng atau melempar barang justru akan semakin membuat anak memberontak. Setelah emosi kita mereda, ajak anak untuk duduk di pangkuan dan jelaskan kalau perbuatannya tadi salah, jangan ragu untuk meminta maaf kalau kita lepas kontrol.

Semua ini memang tidak mudah, perlu kesabaran yang tidak terbatas dalam mendidik anak, apalagi seorang ibu yang memang kesehariannya dituntut untuk menghadapi seabreg pekerjaan rumah dengan segala problematikanya. Setelah kejadian diatas, saya menarik nafas dalam2 dan tidak berhenti istigfar atas kehilafan saya memarahi anak. Semoga saya diberi kesabaran seluas-luasnya untuk mendidik amanahMuini ya Allah... Wallahualam bi sawwab.
  

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2012 See, Think, Write All Right Reserved